Perang Dunia II diperangi oleh Narkotika.”

Seorang prajurit Jerman terlihat memegang sekaleng permen cokelat Scho-ka-kola (dari kata: Schokolade-Kafein-Kolanus). Sebuah santapan setelah ransum harian. Scho-ka-kola ini adalah alternatif dari pervitin yang sebelumnya berisiko. Pernah mendengar cokelat mendongkrak mood? Jerman menyadari hal itu dan memanfaatkannya. Dark chocolate pahit dicampur kadungan kasein dan kafein kopi yang banyak, membuat setiap gigitan penuh tenaga. Banyaknya kasein itulah yang menjadi tujuan Scho-ka-kola dibuat. Meningkatkan kinerja prajurit agar dapat bertempur lebih lama. Konsepnya mirip seperti pervitin, tapi dengan risiko lebih sedikit. Scho-ka-kola biasanya disantap setelah jatah ransum harian, atau sebagai camilan sebelum bertempur.

Scho-ka-kola awalnya dikenalkan kepada atlet Jerman pada acara Olimpiade 1936, untuk meningkatkan kinerja saat olahraga, dan sempat dijuluki Sportschokolade (sport chocolate). Awalnya Scho-ka-kola dibuat khusus untuk Luftwaffe untuk meningkatkan kewaspadaan, kesadaran, dan membuat tetap terjaga terutama saat pengeboman malam. Juga Scho-ka-kola diperuntukan ransum darurat penerbang laut. Setelah Blitzkrieg, Scho-ka-kola mulai didistribusikan ke awak Panzer, pelaut U-Boat, dan akhirnya tersebar merata di seluruh Wehrmacht.

Scho-ka-kola terbukti efektif saat perang. Pasukan bahkan menyebutnya “sepotong kemewahan”. “Menggigit cokelat pahit saat dingin, tidak ada yang lebih baik dari itu.” Ujar perwira SS di Perang Lanjutan, Finlandia. Scho-ka-kola juga membantu pasukan Jerman merangsek dengan garang di Ardennes. Scho-ka-kola masih dikonsumsi di Perang Dingin, dan diproduksi hingga sekarang dengan beberapa pengurangan kadungan kasein dan kafein.

Sementara itu, Jerman juga memiliki permen cokelat dengan kandungan narkoba di dalamnya. Panzerschokolade, sesuai namanya, permen cokelat ini diperuntukan bagi awak Panzer. Cokelat produksi Zotter ini menyelipkan pervitin (metafetamin) di dalamnya.

Tertulis: Mit Lorbeer und Pervitin

Jerman berusaha untuk tetap memberikan asupan pervitin namun di saat yang bersamaan membuatnya tidak terekspos. Permen cokelat manis bercampur sabu-sabu menjadi favorit waktu itu. Pervitin membuat awak Panzer lebih waspada terhadap medan sekitar, juga membuat mereka dapat bertempur lebih lama, mengurangi rasa sakit, dan beberapa efek samping lainnya. Pervitin juga meningkatkan kinerja saat penyergapan malam, membuat Panzer-Panzer sulit diberantas. Bukan sebuah hal baru jika permen-permen berlapis narkotika ini bermunculan di Perang Dunia II. Layaknya anak-anak yang doyan permen, orang dewasa juga sama.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *